• Faisal Basri: Mafia di Era Jokowi Sudah Masuk Dalam Sistem

    Keberadaan kartel atau mafia di Pemerintahan Jokowi-JK sudah bukan rahasia umum lagi. Kartel-kartel tersebut bahkan sudah berada langsung di dalam sistem.

    Jika di Amerika Latin, biasanya kartel berada di luar pemerintahan, mempengaruhi kebijakan pemerintah dengan kekuatan kapital. Di Indonesia kartel beraksi di dalam tubuh pemerintah sendiri.

    Demikian disampaikan ekonom senior Faisal Basir dalam diskusi "Nasib Paket Ekonomi Di Tangan Kabinet Baru" di Jakarta,

    Lebih lanjut dia menjelaskan, Pemerintahan Jokowi-JK memiliki program ambisius dengan membangun mega-mega proyek yang bernilai fantastis. Sementara penerimaan negara sedang defisit, sehingga harus membuat kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty untuk meningkatkan penerimaan pajak.


    Kebijakan-kebijakan pemerintahan rezim sekarang menurut Faisal tak lebih karena dipengaruhi oleh kartel yang menyusup di dalamnya.

    "Contohnya dengan gampang Lion Air mengumumkan delay karena cuaca. Kalau karena cuaca, semua (maskapai) juga delay. Tapi pemerintah diam saja," ujar Faisal di Jakarta, Senin, (1/8).

    Faisal menyatakan demikian merujuk pada pemilik Lion Air Rusdi Kirana yang saat ini menjadi Wantimpres. Para pengusaha lainnya juga menjadi kroni pemerintah.

    Hal lainnya, ia mencontohkan, Indonesia kini tengah membangun infrastruktur, tapi BUMN-BUMN di bidang karya, kerjanya malah membangun banyak hotel-hotel.Hal ini dibuktikan dengan makin menjamurnya hotel di kota-kota besar yang membuat harga penginapan menjadi semakin kompetitif.

    "BUMN Negara bangun hotel, kenapa tidak bangun infrastruktur. Biayanya dari Penyertaan Modal Negara (PMN)," tegas Faisal sembari menggebrak meja.

    Selanjutnya, program tax amnesty. Ia mengkritik habis-habisan program yang menurutnya, tidak akan pernah mencapai target penerimaan repatriasi ini. Ia menggunakan logika sederhana. Yakni, bagaimana mungkin orang kaya Indonesia di luar negeri, yang sudah menetap bertahun-tahun di luar negeri, perusahannya sudah diluar negeri, akan kembali ke Indonesia bawa uang.

    "95 persen saya pesimis tax amnesty mencapai Rp 150 triliun. Contoh uang orang Indonesia di Singapura. Mereka sudah permanen residance, perusahannya sudah register di Singapura, apa urusannya bawa balik ke Indonesia lagi," pungkas Faisal. 
  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Tinggalkan Komentar Anda Pada Formulir dibawah ini !